
Setelah terjadi perundingan tiba saatnya sang putri angkat bicara untuk menentukan apakah ia mau atau tidak untuk menerima tawaran Salman. Melalui ibunya sang putri tersebut memberikan jawaban yang sungguh mengagetkan, ternyata ia lebih memilih Abu Darda’ menjadi suaminya daripada Salman. Woow…. Sang putri ternyata lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya ! itu mengejutkan dan ironis. Bayangkan sebuah perasaan, dimana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Namun bagaimana reaksi Salman ketika itu? “ Allahu Akbar”, seru Salman,” semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian !”
Sobat, barangkali inilah yang sering dikatakan orang bahwa cinta tak harus memiliki. Hiks…. Dan sejatinya kita memang tak pernah memiliki apapun dalam kehidupan ini. Salman mengajarkan kita untuk meraih kesadaran tinggi itu di tengah perasaan yang berkecamuk rumit; malu, kecewa, dan juga sedih. Ini tak mudah, sergapan rasa memiliki terkadang sangat memabukkan. Rasa memiliki seringkali membawa kelalaian. Maka menjadi seorang manusia yang hakikatnya hamba adalah belajar untuk menikmati sesuatu yang bukan milik kita,sekaligus mempertahankan kesadaran bahwa kita hanya dipinjami. Inilah sulitnya. Maka rasa memiliki kadang menjadi sulit ditepis. Kisah ini juga membuktikan bahwa mencintai tanpa harus memiliki benar adanya, dan hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar paham tentang apa itu sejatinya.
Referensi: jalan cinta para pejuang.(Salim A. Fillah)
1 komentar:
subhaanallah ya....
ketika keimanan yg lebih kuat dari perasaan, maka ia rela mengorbankan perasaan untuk org lain....
Posting Komentar