Sekretariat : jl. Alfalah I No. 9 Glugur Darat I Medan, Sumatera Utara/ JL Ir.H.Juanda No 1 Cempaka Putih Ciputat 15412, Telp.(021)7426723, Fax.(021)74714125, Jakarta

2010/02/13

Cinta Tanpa Harus Memiliki

Salman al farisi hendak meminang seorang putri dari kaum anshar untuk dijadikan istrinya, karena belum terbiasa dengan adat setempat (ia bukan orang asli Madinah-ed). Untuk urusan ini dia meminta bantuan Abu Darda’, sahabat yang telah dijadikannya saudara. Mereka berduapun menuju rumah putri yang dituju. Sesampainya di tempat tujuan Abu Darda’ memperkenalkan diri, “ saya Abu Darda’ dan ini saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakan dia dengan islam dan dia juga telah memuliakan islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama disisi Rasulullah  , sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli baitnya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri anda untuk dipersuntingnya”, fasih Abu Darda’ bicara dengan logat Bani Najjar yang paling murni.

Setelah terjadi perundingan tiba saatnya sang putri angkat bicara untuk menentukan apakah ia mau atau tidak untuk menerima tawaran Salman. Melalui ibunya sang putri tersebut memberikan jawaban yang sungguh mengagetkan, ternyata ia lebih memilih Abu Darda’ menjadi suaminya daripada Salman. Woow…. Sang putri ternyata lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya ! itu mengejutkan dan ironis. Bayangkan sebuah perasaan, dimana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Namun bagaimana reaksi Salman ketika itu? “ Allahu Akbar”, seru Salman,” semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian !”
Sobat, barangkali inilah yang sering dikatakan orang bahwa cinta tak harus memiliki. Hiks…. Dan sejatinya kita memang tak pernah memiliki apapun dalam kehidupan ini. Salman mengajarkan kita untuk meraih kesadaran tinggi itu di tengah perasaan yang berkecamuk rumit; malu, kecewa, dan juga sedih. Ini tak mudah, sergapan rasa memiliki terkadang sangat memabukkan. Rasa memiliki seringkali membawa kelalaian. Maka menjadi seorang manusia yang hakikatnya hamba adalah belajar untuk menikmati sesuatu yang bukan milik kita,sekaligus mempertahankan kesadaran bahwa kita hanya dipinjami. Inilah sulitnya. Maka rasa memiliki kadang menjadi sulit ditepis. Kisah ini juga membuktikan bahwa mencintai tanpa harus memiliki benar adanya, dan hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar paham tentang apa itu sejatinya.
Referensi: jalan cinta para pejuang.(Salim A. Fillah)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

subhaanallah ya....
ketika keimanan yg lebih kuat dari perasaan, maka ia rela mengorbankan perasaan untuk org lain....